Wednesday, April 7, 2010

Kesehatan Mental (Mental Hygiene)

Sejarah Singkat MENTAL HYGIENE

A. ERA PRA ILMIAH

1. Kepercayaan Animisme

Sejak zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan terhadap faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental, karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan kurban.

2. Kepercayaan Naturalisme

Suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates (460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit. Dia mengatakan, “Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda.”

Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat polotik dan sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai, diikat ketembok dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20 tahun atau lebih, dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.

B. ERA MODERN

Perubahan luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai “lunatics” (orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur dengan air.

Rush melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.

Pada tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul. Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai “The Founder of the Mental Hygiene Movement” dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi.

Secara hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani The National Mental Health Act., yang berisi program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat.

Bebarap tujuan yang terkandung dalam dokumen tersebut meliputi

1) Meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat Amerika Serikat, melalui penelitian, investigasi, eksperimen, penayangan kasus-kasus, diagnosis, dan pengobatan

2) Membantu lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang melakukan kegiatan penelitian dan meningkatkan koordinasi antara para peneliti dalam melakukan kegiatan dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitiannya

3) Memberikan latihan terhadap para personel tentang kesehatan mental

4) Mengembangkan dan membantu negara dalam menerapkan berbagai metode pencegahan, diagnosis, dan pengobatan terhadap para pengidap gangguan mental.

Pada tahun 1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan berdirinya National Association for Mental Health. Gerakan mental hygiene ini terus berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui The World Federation for Mental Health dan The World Health Organization.

Prinsip-prinsip dan Fungsi MENTAL HYGIENE

A. PENGERTIAN MENTAL HYGIENE

mental hygiene merujuk pada pengembangan dan aplikasi seperangkat prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian dan pemeliharaan unsur psikologis dan pencegahan dari kemungkinan timbulanya kerusakan mental atau malajudjusment.
Kesehatan mental terkait dengan (1) bagaimana kita memikirkan, merasakan menjalani kehidupan sehari-hari; (2) bagaimana kita memandang diri sendiri dan sendiri dan orang lain; dan (3) bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif dan mengambil keputusan.
seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan mental sangat penting bagi setiap fase kehidupan. kesehatan mental meliputi upaya-upaya mengatasi stres, berhubungan dengan orang lain, dan mengambil keputusan.
kesehatan mental tertentang dari yang baik sampai dengan yang buruk, dan setiap orang akan mengalaminya. tidak sedikit orang, pada waktu-waktu tertentu mengalami masalah-masalah kesehatan mental selama rentang kehidupannya.
fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerjasama satu sama lain sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan terhindar dari kegelisahan dan

pertentangan batin (konflik).


1. Hadfield : ”upaya memeliharaan mental yang sehat dan mencegah agar mentak tidak sakit”.
2. Alexander Schneiders : ”suatu seni yang praktis dalam mengembangkan dan menggunakan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan kesehatan mental dan penyesuaian diri, serta pencegahan dari gangguan-gangguan psikologis”.
3. Carl Witherington : ”ilmu pemeliharaan kesehatan mental atau sistem tentang prinsip, metode, dan teknik dalam mengembangkan mental yang sehat”.

KARAKTERISTIK MENTAL YANG SEHAT

1. Terhindar dari Gangguan Jiwa

Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit jiwa (psikose), yaitu:
a. yang neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psikose tidak.
b. yang neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. sedangkan yang kena psikose kepribadiaannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongan) sangat terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.

2. Dapat menyesuaikan diri

penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk memperoleh/ memenuhi kebutuhan (needs satisfaction), dan mengatasi stres, konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu dengan cara-cara tertentu.
seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai denagn norma agama.

3. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin

individu yang sehat mentalnya adalah yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas dirinya. pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah, sekolah atau dilingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga.

4. Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain

Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain. dia mempunyai prinsip bahwa tidak mengorbankan hak orang lain demi kepentingan dirnya sendiri di atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya di tujukan untuk mencapai kebahagiaan bersama.

Karakteristik pribadi yang sehat mentalnya juga dijelaskan pada tabel sebagai berikut (Syamsu Yusuf LN ; 1987).

ASPEK PRIBADI

KARAKTERISTIK

1. Fisik

a. Perkembangannya normal.

b. Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya.

c. Sehat, tidak sakit-sakitan.

2. Psikis

a. Respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

b. Memiliki Insight dan rasa humor.

c. Memiliki respons emosional yang wajar.

d. Mampu berpikir realistik dan objektif.

e. Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis.

f. Bersifat kreatif dan inovatif.

g. Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif.

h. Memiliki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan pendapat dan bertindak.

3. Sosial

a. Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang (affection) terhadap orang lain, serta senang untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan (sikap alturis).

b. Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan persahabatan.

c. Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku, ras, atau warna kulit.

4. Moral-Religius

a. Beriman kepada Allah, dan taat mengamalkan ajaran-Nya.

b. Jujur, amanah (bertanggung jawab), dan ikhlas dalam beramal.

Uraian tadi, menunjukan ciri-ciri mental yang sehat, sedangkan yang tidak sehat cirinya sebagai berikut :
1. Perasaan tidak nyaman (inadequacy)
2. Perasaan tidak aman (insecurity)
3. Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
4. Kurang memahami diri (self-understanding)
5. Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
6. Ketidakmatangan emosi
7. Kepribadiannya terganggu
8. Mengalami patologi dalam struktur sistem syaraf (thorpe, dalam schneiders, 1964;61).

B. RUANG LINGKUP MENTAL HYGIENE

1. Mental Hygiene dalam Keluarga

Amatlah penting bagi suami istri dalam mengelola keluarga untuk menciptakan keluarga yang sakinah mawaddag dan warahmah untuk memahami konsep-konsep atau prinsip-pronsip kesehatan mental hygiene ini, yang berfungsi untuk mengembangkan mental yang sehat atau mencegah terjadinya mental yang sakit pada anggota keluarga.

2. Mental Hygiene di Sekolah

Gagasan ini didasarkan pada asumsi bahwa “perkembangan kesehatan mental peserta didik dipengaruhi oleh iklim sosio-emosional di sekolah.” Pemahaman pimpinan sekolah dan guru-guru (terutama guru BK atau konselor) tentang mental hygiene sangatlah penting. Pimpinan dan para guru secara sinerji dapat menciptakan iklim kehidupan sekolah (fisik, emosional, sosial, maupun moral spiritual) untuk perkembangan kesehatan mental para siswa. Di samping itu mereka dapat memantau gejala gangguan mental para siswa sedini mungkin. Mereka dapat memahami masalah mental yang dapat diatasi sendiri dan mana yang seyogianya dirujuk ke para ahli yang lebih profesional.

Para guru di SLTP dan SLTA perlu memahami kesehatan mental siswanya yang berada pada masa transisi, karena tidak sedikit siswanya yang mengalami kesulitan mengembangkan mentalnya karena terhambat oleh masalah-masalahnya, seperti penyesuaian diri, konflik dengan orang tua atau teman, masalah pribadi, masalah akademis yang semuanya dapat menjadi sumber stres.

3. Mental Hygiene di tempat kerja

Lingkungan kerja memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Lingkungan kerja tidak hanya menjadi tempat mencari nafkah, ajang persaingan bisnis, dan peningkatan kesejahteraan hidup, tetapi juga menjadi sumber stres yang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental bagi semua orang yang berinteraksi di tempat tersebut.

Banyak masalah yang mengakibatkan gangguan mental di tempat kerja yang diakibatkan oleh stres, apabila masalah-masalah tersebut menimpa suatu lembaga atau perusahaan, maka akan terjadi stagnasi produktivitas kerjadi di kalangan pimpinan atau karyawan. Jika hal ini terjadi, amaka tinggal menunggu kebangkrutan lembaga atau perusahaan tersebut.

Berdasarkan hal itu, bagi para pimpinan lembaga pemerintah / swasta yang menginginkan tercapainya keberhasilan. Sangatlah penting untuk memperhatikan mental hygiene ini, agar mereka dapat mengembangkan kiat-kiat untuk mencegah terjadinya maslaah gangguan emosional, datu memperkecil sumber-sumber terjadinya stres.

4. Mental Hygiene dalam Kehidupan Politik

Tidak sedikit orang yang bergelut dalam bidang politik yang mengidap gangguan mental, seperti : pemalsuan ijazah, money politic, KKN, khianat kepada rakyat dan stres yang menimbulkan perilaku agresif karena gagal menjadi calon legislatif, dll.

5. Mental Hygiene di Bidang Hukum

Seorang hakim perlu memiliki pengetahuan tentang mental hygiene, agar dapat mendeteksi tingkat kesehatan mental terdakwa atau para saksi saat proses pengadilan berlangsung, dimana sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan hukum.

6. Mental Hygiene dalam Kehidupan Beragama

Pendekatan agama dalam penyembuhan gangguan psikologis merupakan bentuk yang paling tua. Telah beberapa abad lamanya, para nabi atau para penyebar agama melakukan therapeutik.

Semakin kompleks kehidupan, semakin penting penerapan mental hygiene yang bersumber dari agama dalam rangka mengembangkan atau mengatasi kesehatan mental manusia. Ada kecenderungan orang-orang di zaman modern ini semakin rindu atau haus akan nilai-nilai agama, seperti ceramah atau tausiyah. Mereka merindukan hal itu dalam upaya mengembangkan wawasan keagamaannya, atau mengatasi masalah-masalah kehidupan yang sulit diatasinya tanpa nasihat keagamaan tersebut.

C. PRINSIP-PRINSIP MENTAL HYGIENE

1. Prinsip Berdasarkan Hkikat Manusia

a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri tergantung kondisi jasmani yang baik dan integritas organisme.

b. untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian diri, maka perilaku individu harus sesuai dengan hkikat kemanusiaannya. sebagai mahluk yang memiliki moral, intelektual, agama, emosional dan sosial.

c. kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai melalui integrasi dan kontrol diri baikdengan cara berfikir, memuaskan keinginan, mengekspresikan keinginan dan bertingkah laku.

d. dalam mencapai dan memelihara kesehatan mental dan penyesuaian diri, perlu memperluas pengetahuan tentang diri sendiri.

e. kesehatan mental memerlukan konsep diri: pengetahuan dan sikap trehadap kondisi fisik dan psikis diri sendiri secara sehat, yang meliputi: penerimaan diri dan penghargaan terhadap status diri ssendiri secara relistik atus wajar.

f. untuk mencapai kesehatan mental dan penyesuaian diri, maka pemahaman diri atau self inside dann penerimaan diri, perlu idisertai dengan upaya-upaya perbaikan diri dan perwujudan diri.

g. Kestabilan mental dan penyesuaian diri yang baik dapat dicapai dengan pengembangan moral yang luhur dalam diri sendiri, seperti sikap adil, hati-hati, integritas pribadi, rendah hati dan kejujuran.

h. Pencapaian dan pemeliharaan kesehatan mental dan penyesuaian diri bergantung pada penanaman dan pengembangan kebiasaan yang baik.

i. Kestabilan mental dan penyesuaian diri menuntut adanya kemampuan melakukan perubahan sesuai dengan keadaan (kondisi lingkuangan) dan kepribadian

j. Kesehatan mental dan penyesuaian diri memerlukan usaha terus menerus untuk mencapai kematangan berpikir, mengekspresikan emosi dan melakukan tindakan.

k. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai dengan belajar mengatasi konflik dan frustasi serta ketegangan-ketegangan secara efektif.

2. Prinsip Berdasarkan pada Hubungan Manusia dengan Lingkungan

a. Kesehatan mental dan penyesuaian diri tergantung pada hubungan antar pribadi yang harmonis, terutama dalam kehidupan keluarga.

b. Penyesuain yang baik dan ketegangan batin tergantung pada kepuasan dalam bekerja.

c. Kesehatan mental dan penyesuain diri dicapai dengan sikap yang realistis, termasuk penerimaan terhadap kenyataan secara sehat dan objektif.

3. Prinsip Berdasarkan pada Hubungan Manusia dengan Tuhan

a. Kestabilan mental tercapai dengan perkembangan kesadaran terhadap sesuatu yang lebih luhur daripada dirinya sendiri tempat ia bergantung: Allah SWT.

b. Kesehatan mental dan ketenangan batin dicapai dengan kegiatan yang tetap dan teratur dalam hubungan manusia dengan Tuhan seperti melalui sholat dan berdo’a.

D. FUNGSI MENTAL HYGIENE

Pada fitrahnya, manusia mendambakan atau menginginkan suatu kehidupan yang bahagia, nyaman, dan sejahtera, baik secara pribadi maupun kelompok. Dalam upaya tersebut, mental hygiene memberikan konstribusi yang sangat berarti dalam memfasilitasinya.

1. Preventif (pencegahan)

Mental hygiene berupaya mencegah terjadinya kesulitan atau gangguan mental dan penyesuaian diri. Penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental baik di rumah, maupun di sekolah ditujukkan untuk mencegah terjadinya gangguan mental. Hubungan orang tua-anak yang harmonis merupakan salah satu faktor penentu bagi berkembangnya kemampuan penyesuaian anak yang sehat.

2. Amelioratif (perbaikan)

Merupakan upaya memperbaiki kepribadian dan meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri, sehingga gejal-gejala tingkah laku dan mekanisme pertahanan diri dapat dikendalikan.

Kegagalan anak mencapai perkembangan psikologisnya yang sehat tampak pada perilaku, seperti : suka menggigit kuku, mengemut jempol, mudah tersinggung, dan sikap permusuhan atau agresif untuk menghadapi sikap dan perilaku anak seperti ini, maka perlu menggunakan prinsip mental hygiene melalui fungsi amelioratif.

3. Suportif (pengembangan)

Fungsi ini merupakan upaya untuk mengembangkan mental yang sehat atau kepribadian, sehingga seseorang mampu menghindari kesulitan-kesulitan psikologis yang mungkin dialaminya.

Melalui mental hygiene dapat diupayakan bagaimana menata kehidupan mental (rohani), baik diri sendiri, lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara secara sehat, sehingga dapat mencapai suasana kehidupan yang nyaman, tentram, dan bahagia.

Di bawah ini dipaparkan beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut mental hygiene, sebagai berikut:

1. Kesehatan mental itu dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik dan psikis, maka perlu diperhatikan unsur kecukupan dalam (a) bidang sandang (pakaian), pangan (nutrisi), gizi makanan yang sehat, dan papan (perumahan) , dan )d) menciptakan iklim kehidupan yang dapat mengembangkan atau memfasilitasi perkembangan aspek-aspek psikis individu (kecerdasan, emosi, sikap, spiritual, dan kecenderungan-kecenderungan potensial lainnya) secara sehat.

2. Kesehatan mental dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan, maka perlu diciptakan iklim kehidupan (dilingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat) yang dapat mengembangkan pola hidup atau sikap-sikap sosial warga masyarakat yang terbuka, egaliter, musyawarah, empati, amanah, respect, kerjasama, silih asah silih asih silih asuh. Yang tidak kalah pentingnya adalah upaya memelihara atau melestarikan lingkungan alam, seperti reboisasi hutan, memelihara daerah-daerah serapan air, penghijauan daersh-daerah pemukiman dan membangun hutan Kota.

Penyesuaian Diri dan KESEHATAN MENTAL

A. KETERKAITAN PENYESUAIAN DIRI DENGAN KESEHATAN MENTAL

(1) Kesehatan mental merupakan kunci dari penyesuaian diri yang sehat

(2) Kesehatan mental merupakan bagian integral dari proses adjusment secara keseluruhan

(3) Kualitas mental yang sehat merupakan fundamen yang penting bagi “good adjusment”

B. PENYESUAIAN YANG NORMAL (WELL ADJUSMENT)

Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal, yang baik, apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama. Penyesuaian yang normal ini memiliki karakteristik sebagai berikut (Schneiders, 1964: 2740276)

1. Absence of excessive emotionality (terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan, tidak mampu mengontrol diri)

2. Absence of psychological mechanisme (terhindar dari mekanisme-mekanisme psikologis, seperti rasionalisasi, agresi, kompensasi, dsb)

3. Absence of the sense of personal frustration (terhindar dari perasaan frustasi atau kecewa karena tidak terpenuhinya kebutuhannya)

4. Rational deliberation and self-direction (memiliki pertimbangan rasional, yaitu mampu memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang matang dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil)

5. Ability to learn (mampu belajar, mampu mengembangkan dirinya dalam upaya memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah)

6. Utilization of past experience (mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, bercermin ke masa lalu baik yang terkait dengan keberhasilan maupun kegagalan untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik)

7. Realistic, objective attitude (mampu menerima kenyataan yang dihadapi secara wajar, mampu menghindari, merespon situasi atau masalah secara rasional, tidak didasari oleh prasangka buruk)

C. PENYESUAIAN YANG MENYIMPANG

1. Reaksi Bertahan (deference reaction = flight from self)

Orang ini berusaha mempertahankan diri sendiri, seolah-olah tidak mengalami kegagalan, menutupi kegagalan, atau kelemahan dirinya dengan cara-cara atau alasan-alasan tertentu.

Mekanisme pertahanan diri ini dilatarbelakangi oleh dasar-dasar psikologis, seperti :

a. Inferiority (inferioritas = perasaan rendah diri)

b. The sense of inadequacy (perasaan tidak mampu)

c. The sense of failure (perasaan gagal)

d. The sense of guilt (perasaan bersalah)

Mekanisme pertahanan memiliki beberapa bentuk, yaitu seperti berikut :

a. Kompensasi

Merupakan usaha-usaha yang biasanya tidak disadari untuk menutupi keterbatasan atau kelemahan dengan cara megembangkan respon-respon yang dapat mengurangi ketegangan dan frustasi sehingga dapat meningkatkan penyesuaian individu.

b. Sublimasi

Pengarahan energi-energi drive atau motif secara tidak sadar ke dalam kegiatan-kegiatan yang dapat diterima secara sosial maupun moral.

c. Rasionalisasi

Sebagai upaya mereka-reka alasan untuk menutupi situasi tidak nyaman, tidak dapat diterima, atau merusak, keutuhan pribadi (ego) atau status.

d. Sour Grape (anggur masam)

Sikap menipu diri sendiri (self-deception), sikap sour grape ini merupakan indikasi ketidakmampuan dan kelemahan kepribadian karena mendistori kenyataan.

e. Egosentrisme dan Superiority

Perbuatan pura-pura yang tidak disadari untuk mencapai kualita superior, dan usaha untuk menyembunyikan inferioritasnya.

f. Introjeksi dan Identifikasi

Pertahanan diri ini berusaha untuk memelihara atau melindungi ego dari kelemahannya. Introjeksi merupakan mekanisme dalam mana individu berusaha mengasimilasi kualitas-kualitas yang diingini atau disenangi dari orang lain / kelompok.

g. Proyeksi dan Sikap Mencela

Mekanisme pertahanan diri dimana individu melepas dirinya keadaan yang tidak diinginkan dengan cara mengkambinghitamkan orang lain atau sesuatu dengan penyebabnya.

h. Represi

Merupakan proses penekanan pengalaman, dorongan, keinginan, atau pikiran yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan sosial ke alam tak sadar, akrena hali itu mengancam keamanan egonya.

2. Reaksi Menyerang (Agresive Reaction) dan Delinquency

Agresi adalah bentuk respon untuk mereduksi ketegangan dan frustasi melalui media tingkah laku yang merusak, berkuasa, atau mendominasi. Tidak memberikan nilai mafaat bagi kesejahteraan rohaniah individu dalam penyelesaian masalah yang dihadapinya. Agresi ini terefleksi dalam bentuk-bentuk tingkah laku verbal dan nonverbal. Contoh yang verbal : berkata kasar, bertengkar, jawaban yang kasar, sarkasme (pernyataan yang menyakiti hati), dan kritikan yang tajam. Sementara contoh yang nonverbal : menolak atau melanggar aturan, memberontak, berkelahi, mendominasi orang lain, dan membunuh.

Yang dipengaruhi oleh beberapa faktor :

· Fisik : sakit-sakitan atau mempunyai penyakit yang sulit disembuhkan

· Psikis : ketidakmampuan atau ketidakpuasan dalam memenuhi kebutuhan dasar (rasa aman, kasih sayang, kebebasan, pengakuan sosial)

· Sosial : perhatian orangtua yang membatasi atau sangat memanjakan, hubungan anggota keluarga yang tidak harmonis, hubungan guru-siswa yang negatif, kegagalan dalam pernikahan, PHK, dll.

3. Reaksi Melarikan Diri dari Kenyataan (escape & withdrawal)

Merupakan pertahanan diri terhadap tuntutan, desakan atau ancaman dari lingkungan. Escape mereflesikan perasaan kejenuhan, atau putus asa. Sementara withdrawal mengindikasikan kecemasan atau ketakutan.

Bentuk-bentuk reaksi escape dan withdrawal diantaranya : (a) berfantasi, melamun (b) banyak tidur, atau kebiasaan tidur yang tidak terkontrol (c) minum minuman keras (d) bunuh diri (e) menjadi pemakai NAZA (f) regresi

4. Penyesuaian dengan Patologis (Flight into illness)

Penyesuaian yang patologis berarti individu yang mengalaminya perlu mendapatkan perawatan khusus, dan bersifat klinis, bahkan perlu perawatan di rumah sakit.

a. Neurosis = The Struggle with anxiety

Gangguan kepribadian yang relatif ringan, sebagai akibat dari ketegangan yang kronis, konflik, frustasi dan ketidakmampuan pribadi yang terekspresikan dalam gejala-gejala sindroma.

Bentuk-bentuk dari Neurosis :

1) Nervous (gugup)

2) Worry (khawatir)

3) Neurosis yang traumatik

4) Anxiety (cemas)

5) Psihastenia (phobia, obsesi, kompulsi)

6) Psikosomatik

7) Hypocondria

8) Hysteria

9) Depresi Neurotik

b. Psikosis

Bentuk kekecauan kepribadian yang serius dimana penderitanya kehilangan kontak dengan dunia nyata, yaitu direflesikan ke dalam gangguan persepsi, berpikir, emosi, dan orientasi pribadi. Dalam beberapa kasus psikosis ini berhubungan dengan gangguan organik otak.

Karakteristik Psikosis :

· Kebingungan kognitif yang ditandai dengan (1) tidak memiliki orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang (2) delusi, percaya terhadap sesuatu yang tidak nyata atau gagasan yang palsu (3) halusinasi, fantasi, persepsi tanpa stimulus yang nyata

· Tingkah laku emosional, tidak dapat diprediksi atau dikontrol.

Faktor Penyebab :

· Faktor genetik atau predisposisi biokimia

· Peristiwa psikologis yang traumatis

· Pengaruh iklim kehidupan sosial budaya yang tidak kondusif

· Kerusakan organ otak

Bentuk-bentuk Psikosis :

a. Schizoprenia (bersikap eksklusif atau menjauhkan diri dari kehidupan sosial, dan kembali ke dunia pribadi (fantasi)

b. Manic – Depresif

5. Tingkah Laku Anti Sosial (Antisocial Behavior)

a. Kepribadian Anti Sosial (Psikopat)

Karakteristik individu yang tingkah lakunya melahirkan konflik dengan masyarakat, tidak taat terhadap nilai-nilai individual, kelompok, maupun masyarakat; mementingkan diri sendiri (selfish), tidak mengenal kasihan (callous), tidak bertanggung jawab, mengikuti hawa nafsu / instink, tidak memiliki perasaan berdosa, dan tidak dapat belajar dari pengalaman atau hukuman.

b. Perilaku Kriminal atau Dyssocial

Orang-orang yang berperilaku kriminal pada dasarnya tidak berbeda dengan orang-orang yang berkepribadian anti sosial. Masing-masing menunjukkan kurang memiliki pertimbangan sosial dan memiliki kebutuhan yang sangat kuat untuk memuaskan keinginannnya secara cepat dan mudah. Hanya bedanya, tingkah laku dyssocial lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan.

c. Juvenile Delinquency

Perbuatan remaja yang bertentangan dengan norma agama, adat istiadat, atau hukum yang berdampak buruk atau tidak maslahat, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Contoh : mencuri, bolos, free sex, vandalisme (perusakan), serangan yang agresif yang mengarah pada kematian, mengkonsumsi drugs dan alkohol, tawuran, dll.

Untuk mencegah atau menyembuhkan perilaku anti sosial ini, dapat dilakukan upaya-upaya berikut :

a. Upaya Pencegahan (Preventif)

· Menciptakan iklim keluarga yang harmonis

· Menanamkan nilai-nilai agama kepada anak sejak dini

· Memberi teladan kepada anak dalam berahlak mulia

· Menciptakan latihan atau kursus-kursus keterampilan dan lapangan kerja

· Mengembangkan sikap sosial yang positif

· Tindakan hukum yang tegas oleh pemerintah bagi pelanggarnya

b. Upaya Penyembuhan (Kuratif)

· Reality therapy

· Logotherapy

· Famili Therapy

· Rational-Emotive Therapy

·

6. Kecanduan dan Ketergantungan Alkohol dan Obat Terlarang

a. Kecanduan Minuman Keras atau Alcoholic

Berdasarkan hasil diagnosis, sekitar sepertiga dari seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa di Amerika serikat mengalami gangguan kejiwaan, 66,6% jumlah terbanyaknya karena kecanduan alkohol. Alkohol memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan fisik, serta gangguan psikologis seperti agresif, destruktif, apatis, tidak bertanggung jawab, kekacauan berpikir, dan kerusakan moral atau ahlak, dll. Kecanduan alkohol juga bukan hanya menjadi masalah bagi dirinya sendiri, tetapi menjadi masalah bagi keluarga, perusahaan, pemerintah dan masyarakat pada umumnya.

b. Ketergantungan Narkoba

(1) Faktor Penyebab

· Rasa ingin tahu dan ingin mencoba (iseng)

· Mengalami frustasi atau depresi (stres berat)

· Ketidakharmonisan hubungan antara anggota keluarga

· Broken home

· Pergaulan yang tidak sehat

· Kurang mendapat perhatian (kasih sayang) dari orangtua

· Lingkungan kurang memperhatikan nilai-nilai agama

· Maraknya perdagangan narkoba di lingkungan masyarakat

· Dijualnya minuman keras secara terbuka

· Hukuman yang diberikan kepada pengedar atau pemakai sangat ringan

(2) Upaya Pencegahan

Semua pihak harus memiliki komitmen atau tekad yang sama untuk memberantas atau memusnahkannya, oleh pihak-pihak yang terkait :

Pemerintah

Pengusaha

Partai politik atau ormas

Ara ulama

Orangtua

Lembaga pendidikan formal

7. Penyimpangan Seksual dan AIDS

a. Penyimpangan Seksual

1) Gangguan Seksual yang Pasif

· Voyeurisme = the urge to look

Kepuasan erotik dengan melihat stimulus atau situasi yang merangsang seksual seperti mengintip yang sedang mandi, menonton film porno.

· Fetishisme = the sexual substitute

Tingakh laku salah suai, dimana individu mendapatkan kepuasan seksual dari pakaian seseorang seperti pakaian dalam, stoking, dll atau bagian badan seseorang.

2) Gangguan Seksual yang Agresif

· Exhibitionist (seseorang mendapatkan kepuasan erotik dengan memamerkan bagian tubuhnya kepada orang lain)

· Sadisme dan Masochisme (sadisme : cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya. Sedangkan masochisme kebalikannya)

3) Konflik Identitas dan Peranan Seks

· Homoseksualitas

· Transvestism (dorongan untuk memakai pakaian jenis kelamin lain)

· Transeksualism (individu memiliki dorongan yang kuat untuk mengubah kelaminnya menjadi lawan jenisnya dengan operasi kelamin)

4) Freesex atau Prostitusi

b. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome)

AIDS yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang merusak system kekebalan tubuh manusia. HIV sebagai factor penyebab AIDS apabila masuk ke dalam peredaran darah, maka virus tersebut menyerang sel-sel darah putih. Sel-sel darah putih merupakan bagia dari system kekebalan tubuh yang berfungsi melindungi badan dari serangan penyakit. Tubuh manusia pun membentuk zat antibody. Namun antibody tersebut tidak mampu membunuh HIV yang telah masuk ke dalam darah.

Upaya Pencegahan AIDS :

Memberikan pendidikan atau bimbingan agama kepada anak agar mengamalkan ajaran agama, sehingga tidak berperilaku yang melanggar norma-norma agama.

Memberikan informasi kepada masyarakat kota ataupun desa, baik secara langsung maupun melalui media massa tentang bahayanya penyakit AIDS bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia.

Memberikan penerangan tentang hukum melakukan zina, free sex, homoseksual atau lesbianism menurut agama.

Jangan berhubungan seksual, kecuali dengan istri atau suami sendiri yang sah.

Hindarkan penyalahgunaan obat-obat terlarang, terutama yang menggunakan jarum suntik.

Melakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah tertulari HIV atau tidak.

Kecenderungan Perkembangan KESEHATAN MENTAL

A. GAYA HIDUP MODERN

Modernisasi di samping berdampak positif bagi kehidupan, seperti diperolehnya berbagai kemudahan, namun ternyata melahirkan damapk yang buruk juga, dengan menggejalanya berbagai problema kehidupan yang semakin kompleks, baik yang bersifat personel maupun sosial. Seperti : (1) Ketegangan fisik dan psikis (2) Kehidupan yang serba rumit (3) Kekhawatiran atau kecemasan akan masa depan (4) Makin tidak manusiawinya hubungan antar individu (5) Rasa terasing dari anggota keluarga & masyarakat (6) Renggangnya hubungan kekeluargaan (7) Terjadinya penyimpangan moral dan sistem nilai (8) hilangnya identitas diri.

Yang kesemuanya dapat menciptakan suasana keadaan psikologis yang tidak nyaman, bahkan gejala maladjusment dan pathologic (gangguan jiwa dan sakit jiwa).

Upaya yang dapat mengembangkan mental yang sehat dan meredam gejala gangguan jiwa tersebut adalah dengan meningkatkan kesadaran beragama masyarakat “come back to religion”.

KESEHATAN MENTAL PADA ANAK DAN REMAJA

1. Masalah Kesehatan Mental

Seperti halnya pada orang dewasa, anak-anak dan remaja pun mengamainya, yang mempengaruhi cara mereka berpikir, merasa dan bertindak. Yang dapat memunculkan masalah-masalah baru, yang dapat membatasi kemampuannya untuk menjadi seorang yang produktif. Masalah yangs sering dialami anak-anak dan remaja diantaranya depresi, rasa cemas, hiperaktif, dan gangguan makan.

2. Gangguan Mental pada Anak dan Remaja

a. Gangguan Perasaan

· Perasaan sedih dan tidak berdaya (helplessness)

· Sering marah-marah atau bereaksi yang berlebihan terhadap sesuatu

· Perasaan tak berharga

· Perasaan takut, cemas, atau khawatir yang berlebihan

· Kurang bisa konsentrasi

· Merasa bahwa kehidupan ini sangat berat

· Perasaan pesimis terhadap masa depan

b. Gangguan Perilaku

· Mengkonsumsi alkohol / narkoba

· Suka mengganggu hak orang lain atau melanggar hukum

· Melakukan sesuatu yang dapat mengancam kehidupannya

· Obsesi untuk memiliki tubuh langsing

· Senang hidup menyendiri

· Sering melamun (day dreaming)

3. Penyebab Gangguan Mental pada Anak dan Remaja

a. Faktor Biologis (genetika ketidak seimbangan kimiawi dalam tubuh, menderita penyakit kronis, kerusakan sistem syaraf pusat)

b. Faktor Psikologis (frustasi, kecewa, tidak puas akan wajah dan penampilan sendiri, gagal dalam meraih prestasi, penolakan cinta, pesimis, tidak mendapat kasih sayang dan perhatian juga pengakuan)

c. Faktor Lingkungan

5MANAJEMEN STRES

A. TEORI STRES

(Ray Woolfe dan Windy Dryden, 1998: 530-532; James W. Greenwood, III & James W.Greenwood, Jr., 1979: 30) yaitu sebagai berikut :

1. Variabel Stimulus atau engineering approach (penedekatan rekayasa) yang mengkonsepsikan stres sebagai suatu stimulus atau tuntutan yang mengancam (berbahaya), yaitu tekanan dari luar yang dapat menyebabkan sakit (mengganggu kesehatan)

2. Variabel Respon atau phsiological approach (pendekatan fisiologis)

Hans Selye mengemukakan bahwa stres merupakan hal yang esensial bagi kehidupan. Tanpa stres tidak ada kehidupan, gagal merespon stressor pertanda kematian.

3. Variabel Interaktif

a. Teori Interaksional memfokuskan pembahasannya pada aspek (1) keterkaitan antara individu dengan lingkungannya (2) haikat hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan kebebasan mengambil keputusan.

b. Teori Transaksional yang memfokuskan pembahasannya pada aspek-aspek kognitif dan afektif dalam berinteraksi dengan lingkungan, serta gaya-gaya “coping” yang dilaksanakan.

Stres dapat diartikan sebagai respon fisik dan psikis, berupa perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan terhadap tuntutan yang dihadapi. Stimulus yang termasuk (a) peristiwa penyebab stres (b) Objek penyebab stres (c) orang penyebab stres

B. STRES DALAM PERIODE KEHIDUPAN

1. Stres pada Bayi

Umumnya dialami bayi sebagai pengaruh lingkungan yang tidak ramah, dan adanya keharusan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan atau peraturan orangtua. Dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan tersebut, dia harus mengendalikan dorongan-dorongan alamiah atau nalurinya. Faktor lain yang dapat menyebabkan stres pada bayi adalah sikap penolakan atau ketidaksenangan ibu yang ditandai dengan perlakuan kasar dari ibunya, atau kurang memperhatikan kebutuhannya.

2. Stres pada Anak

Biasanya bersumber dari keluarga, sekolah, atau teman mainnya.

3. Stres pada Remaja

Ada kepercayaan populer bahwa masa remaja merupakan masa stres dalam perjalanan hidup seseorang. Yang menjadi sumber stres utama pada masa ini adalah konflik atau pertentangan antara dominasi, peraturan atau tuntutan orangtua dengan kebutuhan remaja untuk bebas.

4. Stres pada Orang Dewasa

Umumnya bersumber dari faktor-faktor : kegagalan perkawinan, ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga, masalah nafkah hidup atau kehilangan pekerjaan, ketidakpuasan dalam hubungan seks, perselingkuhan, hamil, menopause, gangguan fisik, dan anak nakal.

C. GEJALA STRES

1. Gejala Fisik : Sakit kepala, sakit lambung, darah tinggi, sakit jantung, jantung berdebar, insomnia, mudah lelah, keringat dingin, kurang selera makan, dll.

2. Gejala Psikis : Gelisah / cemas, tidak dapat berkonsentrasi, sikap apatis, pesimis, hialng rasa humor, malas belajar atau bekerja, sering melamun, sering marah-marah atau bersikap agresif.

D. PENYEBAB STRES (STRESSOR)

1. Fisik-biologik, seperti : penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik, merasa penampilan kurang menarik, postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal, dll.

2. Psikologik , seperti : negative thinking, frustasi, hasud (iri hati atau dendam), sikap permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan keinginan yang diluar kemampuan.

3. Sosial , seperti : (a) kehidupan keluarga yang tidak harmonis (b) Faktor pekerjaan (c) iklim lingkungan

Respon Terhadap Stres :

1. Respon Emosional

2. Respon Fisiologis

3. Respon Behavioral

a. Faktor Biologis

1. Faktor Genetika

2. Pengalaman Hidup

3. Tidur (sleep)

4. Diet

5. Postur Tubuh

6. Kelelahan (fatigue)

7. Penyakit (disease)

8. Adaptasi yang Abnormal

b. Faktor Psikologis

1. Persepsi

2. Perasaan dan Emosi

· Kecemasan

· Rasa Bersalah dan Rasa Khawatir

· Rasa Takut

· Marah

· Cemburu

· Kesedihan dan Kedukaan

3. Situasi

· Ancaman

· Frustasi

· Konflik

4. Pengalaman Hidup

· Perubahan Hidup

· Masa Transisi Kehidupan

· Krisis Kehidupan

5. Keputusan Hidup

6. Perilaku (Behavior)

7. Respon Perlawanan (fight) dan melepaskan / melarikan diri (flight)

c. Faktor Lingkungan

1. Lingkungan Fisik

2. Lingkungan Biotik

3. Lingkungan Sosial

E. MENGELOLA STRES

1. Dukungan Sosial

Bantuan dari orang lain yang memiliki kedekatan (saudara atau teman) terhadap seseorang yang mengalami stres.

a. Emotional support (pemberian curahan kasih sayang, perhatian, kepedulian)

b. Appraisal support (bantuan orang lain untuk menilai dan mengembangkan kesadaran akan hikmah dari masalah yang dihadapi)

c. Informational support (nasihat dan diskusi tentang bagaimana memecahkan masalah)

d. Instrumental support (bantuan material)

2. Kepribadian

a. Hardiness (Katabahan, daya tahan)

· Commitment

· Internal locus control (keyakinan atau persepsi seseorang bahwa keberhasilan atau kegagalan disebabkan oleh faktor internal yaitu dirinya sendiri)

· Challenge (persepsi seseorang terhadap situasi atau tuntutan yang sulit sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi)

Orang yang memiliki tipe kepribadian hardiness terlepas dari perasaan-perasaan negatif.

b. Optimism

c. Humoris

Coping yang konstruktif (upaya untuk menghadapi situasi stres secara sehat) yaitu :

a. Rational-Emotive Therapy (suatu terapi yang fokus pada upaya untuk mengubah pola berpikir klien yang irasional sehingga dapat mengurangi gangguan emosi atau perilaku yang maladaptif.

b. Meditasi

c. Relaksasi

d. Mengamalkan ajaran agama sebagai wujud keimanan kepada Tuhan

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi stres, dapat dilakukan langkah-langkah berikut :

1. Memahami tingkat stres

2. Memahami penyebab stres

3. Menemukan solusi stres

· Mengubah persepsi yang negatif terhadap sesuatu

· Menghilangkan pola pikir yang irasional

· Berpikir positif

· Menacri dukungan sosial

· Mengelola kehidupan sehari-hari secara sehat dan teratur

· Menjauhi diri dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan agama

· Mengamalkan ajaran agama.

Pengaruh Agama terhadap KESEHATAN MENTAL

Manusia pada fitrahnya, adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang memiliki rasa dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama.

1. Memelihara Fitrah

Manusia dilahirkan dalam keadaan suci, bersih dari dosa. Namun manusia memiliki hawa nafsu, dan juga ada pihak luar yang senantiasa berusaha menggoda atau menyesatkannya, yaitu setan. Agar manusia dapat terhindar, maka harus senantiasa bertakwa kepada Allah. Apabila manusia telah bertakwa kepada Tuhan, berarti dia telah memelihara fitrahnya, dan ini berarti bahwa dia termasuk orang yang memperoleh rahmat Allah.

2. Memelihara Jiwa

Dalam memelihara jiwa manusia, agama melarang manusia melakukan penganiayaan, penyiksaan, atau pembunuhan, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

3. Memelihara Akal

Allah memberikan karunia kepada manusia yang tidak diberikan kepad makhluk lain, yaitu akal. Begitu pentingnya peran akal ini, maka agama memberi petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memeliharanya dengan (a) mensyukuri nikmat akal itu dengan memanfaatkannya secara optimal mungkin untuk berpikir dan mencari ilmu (b) menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak akal (alkohol, narkoba, dll)

4. Memelihara Keturunan

Dengan pernikahan yang merupakan upacara agama yang suci, yang wajib ditempuh oleh pria dan wanita sebelum melakukan hubungan biologis. Pernikahan ini bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang pengaruh agama terhadap kesehatan mental :

1. A.A. Briel (psikoanalisis) : “individu yang benar-benar religius tidak akan pernah menderita sakit jiwa”

2. Henry Link (ahli ilmu jiwa Amerika) : “pribadi-pribadi yang religius dan sering mendatangi tempat ibadah menikmati kepribadian yang lebih kuat dan baik ketimbang pribadi yang tidak beragama sama sekali dan tidak menjalankan suatu ibadah”

3. Arnold Toynbee (Sejarahwan Inggris) : “Krisis yang diderita masyarakat modern pada dasarnya terjadi karena kemiskinan rohaniah, dan terapi satu-satunya bagi mereka ialah kembali kepada agama”

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa agama sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah-lah, hati akan tentram (bahagia) makna dzikir di sini adalah :

a. Menegakkan shalat

b. Mengucapkan lapadz-lapadz tashbih

c. Membaca Al-Quran dengan Memahami arti dan Maksudnya

d. Bersikap ihsan

e. Menyadari bahwa hidup ini tidak lepas dari ujian Allah

Pengembangan KESEHATAN MENTAL

A. PENGEMBANGAN KESEHATAN MENTAL DALAM KELUARGA

1. Keberfungsian Keluarga

Alexander A. Schneiders mengemukakan bahwa keluarga yang ideal ditandai oleh ciri-ciri (a) minimnya perselisihan antar orangtua atau orangtua-anak (b) ada kesempatan untuk menyatakan keinginan (c) penuh kasih sayang (d) penerapan disiplin yang tidak keras (e) ada kesempatan untuk bersikap mandiri dalam berpikir, merasa, dan berperilaku (f) saling menghargai diantara orangtua – anak (g) ada musyawarah keluarga dalam memecahkan masalah (h) menjalin kebersamaan (i) orangtua memiliki emosi yang stabil (j) berkecukupan dalam bidang ekonomi, dan (k) mengamalkan nilai-nilai moral dan agama

Apabila suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi-fungsi seperti elah dipaparkan, maka keluarga tersebut telah mengalami disfungsi, yang pada gilirannya akan merusak kekokohan keluarga tersebut (khususnya terhadap perkembangan kepribadian dan kesehatan mental anak)

2. Hubungan Orangtua-Anak

Diantara 7 tipe perlakuan orantua dan dampaknya terhadap kesehatan mental anak, sikap acceptance, yakni yang terdiri dari (a) memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus kepada anak (b) menempatkan anak dalam posisi yang penting di rumah (c) Mengembangkan hubungan yang hangat dengan anak (d) Bersikap respek terhadap anak (e) mendorong anak untuk menyatakan perasaan atau pendapatnya (f) Berkomunikasi dengan anak secara terbuka, dan mau mendengarkan masalahnya. Sikap orangtua yang seperti ini ternyata telah memberikan konstribusi kepada perkembangan mental atau kepribadian anak yang sehat.

B. PENGEMBANGAN KESEHATAN MENTAL DI SEKOLAH

1. Pencapaian Tugas Perkembangan melalui Teman Sebaya

Remaja sering menempatkan posisi teman sebaya dalam posisi prioritas. Terkadang sering muncul perselisihan antara kelompok sebaya remaja dengan orangtua, guru, dam orang-orang yang mempunyai otoritas lainnya. Namun apabila dapat ditangani dengan bijaksana, maka pengalaman remaja dalam kelompok sebaya itu sangat bermanfaat untuk mencapai sikap independensi, dan kematangan hubungan interpersonal secara matang. Dengan kata lain menuntaskan tugas-tugas perkembangannya.

Sekolah untuk membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut.

2. Mencapai Kemandirian Pribadi

Remaja merupakan periode perkembangan ke arah otonomi (kemandirian). Untuk mencapai aspek perkembangan ini, remaja harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya : (1) menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkannya secara efektif (2) mencapai kematangan emosi dari orangtua atau dewasa lainnya (3) mencapai kemandirian ekonomi (4) mempersiapkan suatu profesi atau pekerjaan (5) mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga (6) mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual.

Maka sekolah memfasilitasinya dengan upaya-upaya sebagai berikut :

· Guru mata pelajaran atau guru pembimbing dapat memberikan penjelasan tentang pertumbuhan atau perubahan fisik remaja, terutama aspek keragamannya.

· Menyediakan fasilitas-fasilitas bagi kegiatan pengembangan keterampilan siswa.

· Menciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk perkembangan emosi secara matang.

· Memberikan informai dan bimbingan kepada siswa tentang cara menghadapi stres secara sehat.

· Mengembangkan positif serta memberikan informasi kepada siswa tentang dunia kerja

· Melalui pelajarn IPS, guru mengembangkan wawasan siswa

· Melalui pelajaran bahasa, guru mengembangkan keterampilan dalam berkomunikasi secara baik, membaca, menulis, berbicara, mendengar.

3. Pengembangan Filsafat Hidup

· Mengembangkan wawasan, sikap, dan pembiasaan dalam penerapan nilai-nilai atau norma-norma yang dijunjung tinggi dalam kehidupan masyarakat

· Mengembangkan sikap alturis para siswa

· Mendiskusikan atau curah pendapat tentang berbagai masalah atau isu-isu kenakalan remaja

4. Pengembangan Keimanan dan Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

· Pimpinan sekolah, guru-guru, dan personel sekolah lainnya harus sama-sama mempunyai kepedulian terhadap program pendidikan agama, atau penanaman nilai-nilai agama di sekolah

· Guru agama seyogianya memiliki kepribadian yang mantap, pemahamna profesional, serta kemampuan mengemas pelajarn agama menjadi menarik

· Guru-guru berupaya menyisipkan nilai-nilai agama ke dalam mata pelajaran yang diajarkannya.

· Sekolah menyediakan sarana ibadah

· Menyelenggarakan ekstrakulikuler kerohanian

· Bekerjasama dengan orangtua siswa dalam membimbing keimanan dan ketakwaan siswa.

C. PENGEMBANGAN KESEHATAN MENTAL DI MASYARAKAT

· Menciptakan suasana kehidupan sosial-politik-ekonomi yang kondusif, stabil, yang dapat memberdayakan kesejahteraan masyarakat.

· Menciptakan iklim kehidupan beragama yang kondusif

· Mengembangkan sikap saling menghormati dan toleransi antar umat beragama, suku, ras

· Menghilangkan atau memberantas berbagai faktor yang memicu merebaknya dekadensi moral.

· Para pemimpin memberikan contoh teladan yang baik kepada masyarakatnya.

KONSELING UNTUK KESEHATAN MENTAL

Konseling dapat dimaksudkan sebagai pendekatan yang bersifat pengembangan, pencegahan, maupun penyembuhan. Untuk memfasilitasi berkembangnya potensi individu secara optimal, maka konseling yang diberikan meliputi :

1. Konseling ekologis

2. Konseling pribadi, sosial, dan belajar

3. Konseling kesehatan

4. Konseling keluarga

5. Konseling karier

6. Konseling pernikahan

7. Konseling gangguan traumatik

8. Konseling atau konsultasi psikiatrik

9. Konseling religius

KONSELING ISLAMI

Pemberian bantuan kepada individu agar mampu mengembangkan kesadaran dan komitmen beragamanya.Konseling ini merupakan proses motivasional agar memiliki kesadaran untuk come back to religion. Karena agama akan memberikan pencerahan terhadap sikap, pola pikir, dan perilakunya ke arah kehidupan personal dan sosial yang sakinah, mawaddah, warahmah dan ukhuwwah

Tujuan konseling religius adalah membantu agar individu memiliki sikap, pemahaman, kesadaran, datau perilaku sebagai berikut :

1. Memiliki kesadaran akan hakikat dirinya sebagai hamba Allah

2. Memiliki kesadaran bahwa hidupnya di dunia sebagai khalifah Allah

3. Memahami dan menerima kondisi dirinya secara sehat

4. Memiliki kebiasaan yang sehat dalam cara makan, tidur, dan menggunakan waktu luang

5. Menciptakan kehidupan keluarga yang fungsional

6. Mengamalkan ajaran agama, baik yang bersifat habluminallah maupun hablumminannas

7. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar

8. Memahami masalah dan menghadapinya secara wajar, tabah atau sabar

9. Memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya stres

10. Mampu mengubah persepsi

11. Mampu mengambil hikmah

12. Mampu mengontrol emosi dan berusaha meredamnya dengan instropeksi diri

Referensi :Yusuf, Syamsu. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro

No comments:

Post a Comment